Rabu, 29 Desember 2010

MINERAL

Mineral Batu Bara

Pada periode Carboniferus 360 juta tahun yang lalu, sebagian besar daratan berupa rawa-rawa yang ditumbuhi hutan pohon pakis-pakisan. Pohon yang mati dan tertimbun tidak membusuk secara sempurna membentuk Peat (tanah gambut) dan cikal batubara. Karena terkubur lebih tebal dan perubahan tekanan, akhirnya berubah menjadi lignite. Timbunan yang makin tebal menyebabkan menjadi bentominous dan lebih lanjut menjadi anthracite.
Terbentuknya batubara jauh dimulai pada awal sejarah planet bumi, sebelum manusia lahir di bumi. Beberapa juta tahun yang lalu sebagian besar permukaan bumi tertutup air. Daratan pada umumnya rendah dan ditutupi rawa-rawa. Rawa-rawa tersebut ditumbuhi dengan sangat lebat oleh tumbuh-tumbuhan jenis paku-pakuan besar, ganggang dan varietas pohon-pohon besar yang sudah punah saat ini. Dari fosil yang ditemukan, pohon ini bisa mempunyai tinggi 30 meter lebih dan diameter batang sekitar 2 meter. Pohon-pohon tersebut mati dan makin tertimbun oleh pohon-pohon yang tumbuh berikutnya sehingga makin lama makin tertumpuk terkadang bisa mencapai ketebalan 30 meter, air rawa tersebut menutupi tumpukan bahan tersebut, tidak mengandung cukup oksigen untuk terjadinya pembusukan pohon-pohon tersebut, secara perlahan pohon-pohon tersebut berubah menjadi peat, cikal bakal batubara.
Dengan berjalannya waktu karena terjadinya gerakan kulit bumi, rawa-rawa tersebut tertutup laut dan mengalami pengendapan dari sedimentasi berlapis. Makin tebal sedimen menyebabkan tekanan dan temperatur yang tinggi, menyebabkan peat tumbuhan tersebut berubah menjadi batubara. Diperkirakan anthracite (batubara yang paling tua) terbentuk sekitar 80 juta tahun.
Daerah eksplorasi batubara tim GeoAtlas antara lain di Bengkulu, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Pada beberapa daerah eksplorasi GeoAtlas, potensi batubara yang berada di daerah perbukitan dan pegunungan cenderung memiliki dip (kemiringan) lebih dari 65 derajat, kalori mencapai lebih dari 7000, namun dengan kuantitas yang tidak banyak. Kebanyakan formasi batubara ini terputus dengan adanya perubahan struktur, sehingga kuantitas batubara tersebut tidak mencukupi untuk kebutuhan yang besar. Lokasi seperti ini dapat dijumpai di lokasi eksplorasi GeoAtlas di Bengkulu Tengah - Bengkulu serta Kutai Kartanegara - Kalimantan Timur. Potensi batubara yang terdapat di sedimentasi dapat berupa hamparan luas dengan dip (kemiringan) kurang dari 20 derajat, kalori mencapai 5000 - 6000, dengan kuantitas yang banyak. Dengan demikian, kuantitas batubara tersebut dapat mencukupi kebutuhan yang besar. Lokasi seperti ini dapat dijumpai di lokasi eksplorasi GeoAtlas di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.





Mineral Bijih Besi
Bijih besi di alam terbentuk dalam mineral magnetit, hematite, limonite, pyrite dan Cromite. Pada mineral-mineral tersebut, kandungan besi bisa mencapai 70%. Bijih besi ini banyak digunakan dalam industri besi dan baja dan sering diekspor dari Indonesia ke China. Mineral bijih besi di Indonesia, banyak terdapat sebagai metasomatik kontak, berupa bolder besar yang terpendam dan tersingkap secara acak. Model seperti ini tidak bisa diinterpretasikan dip (kemiringan) lapisannya, sehingga survei geofisika mutlak diperlukan untuk menggambarkan kondisi bawah permukaannya. Jika dipergunakan uji pengeboran coring, maka interpretasi hanya terbatas di lokasi sekitar bor dan tidak dapat dikorelasikan antara titik uji pengeboran yang berjauhan.
Mineral magnetit banyak dijumpai di Indonesia. Hampir di semua lahan eksplorasi bijih besi GeoAtlas dijumpai jenis mineral ini. Ciri yang sangat khas dan visual pada mineral ini adalah sangat berat dan menempel pada magnet. Rata-rata mineral magnetit di Indonesia dapat mengandung unsur besi lebih dari 60% sehingga layak jual sebagai komoditas ekspor.
Mineral hematite berupa pasir berwarna merah sedangkan limonite berwarna coklat atau kuning. Pada mineral pyrite, unsur besi berasosiasi dengan sulfida. Mineral-mineral tersebut cenderung tidak menempel magnet seperti mineral magnetit. Daerah eksplorasi bijih besi tim GeoAtlas antara lain Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Jambi, Lampung dan Kalimantan Selatan.


Mineral Mangan
Mangan di alam berupa logam berwarna putih-kelabu dan mudah teroksidasi, diantaranya terdapat dalam bentuk MnO3. Mangan banyak digunakan dalam industri besi dan baja serta baterai. Batuan mangan bisa dikatakan layak jual di pasaran internasional jika minimal mengandung sekitar 35% unsur mangan. Batuan mangan Indonesia saat ini kebanyakan diekspor untuk memenuhi kebutuhan industri di China.
Berdasarkan pengalaman tim GeoAtlas, sebagian besar mineral mangan banyak dijumpai di sekitar batugamping atau batuan malihan yang sangat keras. Mangan tersebut membentuk suatu jalur di antara rekahan batugamping atau berupa bolder di antara batuan malihan yang keras. Singkapan mineral mangan ini bisa terlihat di lereng bukit dan tepian sungai di batuan malihan atau di antara jalur rekahan batugamping.
Sisipan mangan di lingkungan batugamping cenderung membentuk jalur rekahan dalam jumlah besar, sehingga layak dilaksanakan eksploitasi tambang skala menengah. Mineral di lingkungan batugamping tersebut cenderung didominasi mangan saja dan tidak terdapat mineral lain yang dapat mengisi jalur rekahan tersebut. Sedangkan di lingkungan batuan metamorf, tidak hanya mangan saja yang tersingkap, namun terdapat juga bijih besi dan galena, namun ketiganya tidak terdapat dalam jumlah yang besar, sehingga lebih sesuai untuk pertambangan skala kecil atau pertambangan rakyat.
Metode eksploitasi mangan, umumnya menggunakan peledakan atau membuat suatu jalur bawah tanah (terowongan) diantara rekahan batuan gamping. Sedangkan di lingkungan batuan malihan dapat membuka singkapan mangan menggunakan alat berat kemudian diambil secara tradisional. Daerah eksplorasi mangan Tim GeoAtlas antara lain berada di Tasikmalaya, Jawa Barat serta Jember, Jawa Timur



Mineral Tembaga
Tembaga (Cu) mempunyai sistim kristal kubik, secara fisik berwarna kuning dan apabila dilihat dengan menggunakan mikroskop bijih akan berwarna pink kecoklatan sampai keabuan.

Unsur tembaga terdapat pada hampir 250 mineral, tetapi hanya sedikit saja yang komersial. Pada endapan sulfida primer, kalkopirit (CuFeS2) adalah yang terbesar, diikuti oleh kalkosit (Cu2S), bornit (Cu5FeS4), kovelit (CuS), dan enargit (Cu3AsS4). Mineral tembaga utama dalam bentuk deposit oksida adalah krisokola (CuSiO3.2HO), malasit (Cu2(OH)2CO3), dan azurit (Cu3(OH)2(CO3)2).

Deposit tembaga dapat diklasifikasikan dalam lima tipe, yaitu: deposit porfiri, urat, dan replacement, deposit stratabound dalam batuan sedimen, deposit masif pada batuan volkanik, deposit tembaga nikel dalam intrusi/mafik, serta deposit nativ. Umumnya bijih tembaga di Indonesia terbentuk secara magmatik. Pembentukan endapan magmatik dapat berupa proses hidrotermal atau metasomatisme.

Meskipun aluminium dapat digunakan untuk tegangan tinggi pada jaringan transmisi, tetapi tembaga masih memegang peranan penting untuk jaringan bawah tanah dan menguasai pasar kawat berukuran kecil, peralatan industri yang berhubungan dengan larutan, industri konstruksi, pesawat terbang dan kapal laut, atap, pipa ledeng, campuran kuningan dengan perunggu, dekorasi rumah, mesin industri non?elektris, peralatan mesin, pengatur temperatur ruangan, mesin?mesin pertanian.

Potensi tembaga terbesar yang dimiliki Indonesia terdapat di Papua. Potensi lainnya menyebar di Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar